Halo!
Setelah beberapa post dengan topik yang random (karena menyesuaikan dengan
suasana hati, sih :p ), sepertinya saya ingin berbagi hal-hal yang (semoga
saja) bermanfaat. Dan itu adalah tentang….bagaimana mengatur keuangan rumah
tangga dengan efisien!
*Lah, emang situ udah berumah tangga?*
Belum, sih :p . Tapi
kan mengatur keuangan rumah tangga bukan monopoli wanita dengan status istri
saja, to?
Jadi, sehari-hari saya tinggal bersama keluarga komplit,
minus kakak yang sudah menikah. Nah, karena kondisi tertentu, akhirnya posisi
menteri keuangan diserahkan ke saya. Tentu saja, posisi Ibu Suri tetap di
tangan Ibu! :))
A. Daftar
Biasanya, saya memulai dengan membuat daftar : (1). Sumber
pemasukan; (2) Pengeluaran wajib. O iya, penting untuk menyiapkan nomor
rekening khusus untuk keluar-masuk dana. Jadi, tidak akan bercampur dengan dana
pribadi. Bisa repot deh kaloautercampur, bisa-bisa ge er bahwa dana di rekening pribadi
masih banyak dan telanjur digunakan untuk beli bedak, eh ternyata itu duit
beras. Hmmm.
Untuk poin (1), apabila sumbernya dari beberapa pihak
(seperti pengalaman saya), wajib dikonfirmasi kesanggupan tiap pihak, berapa
nominal perbulan yang akan diberikan? Dan kapan? Karena dalam prinsip keluarga
kami, masalah keuangan harus terbuka. Tidak boleh ada paksaan, tidak boleh ada
yang dikorbankan. Tujuannya, agar perencanaan awal dapat serealistis mungkin. Tidak
ngawur.
Untuk poin (2), saya memasukkan kebutuhan dasar seperti :
belanja (sehari-hari & bulanan), iuran lingkungan, rekening
air-listrik-internet-TV, gaji ART, kesehatan, dan tabungan. Kebutuhan hiburan
sengaja tidak saya masukkan, karena bersifat tentatif. Dan biasanya kami,
para anak, lebih memilih mengeluarkan dana pribadi kami untuk keperluan hiburan
keluarga (semoga rejeki kami selalu lancar, aamiin!).
B. Penyeimbangan
Langkah berikutnya adalah, menyeimbangkan antara nilai pemasukan
dan pengeluaran. Tidak lucu kan, kalau besar pasak daripada tiang.
Bagaimana kalau pengeluaran wajib lebih besar dari pada
sumber pemasukan? Ya satu-satunya cara, adalah penyesuaian kembali anggaran.
Dan hal ini tergantung kondisi masing-masing rumah tangga. Ada yang
menyesuaikan di anggaran rekening, atau belanja, atau juga kesehatan.
Tergantung prioritasnya, sih. Yang penting, sebisa mungkin hindari HUTANG!
Kenapa hindari hutang? Ya pastinya sudah jelas : hutang tetap
terhitung defisit anggaran, dan istilahnya orang Jawa : mbendol mburi! Yah,
semacam kesenangan sesaat yang pada akhirnya tetap harus dibayar. Duh, semoga
dihindarkan dari hutang deh.
Bagaimana dengan kartu kredit? Walaupun juga berarti hutang
(di dunia modern), kartu kredit bisa tetap bermanfaat tanpa membuat defisit
anggaran, asalkan : (1). Limit realistis, tidak lebih dari 1/3 pendapatan
bulanan; (2). Pemakaian tidak melebihi limit, lebih baik lagi kalau membatasi
diri sendiri pemakaian sampai dengan nominal tertentu; (3). Pembayaran tagihan
masuk dalam daftar pengeluaran wajib.
Tapi khusus kartu kredit, saya hanya menggunakannya untuk
penggunaan pribadi sih, bukan rumah tangga. Entah kalau sudah menikah nanti
(eh, mungkin minta dibayarin suami saja ya? :p ).
C. Siapkan Dana Tunai
Kalau sudah seimbang antara pemasukan dan pengeluaran, saya
biasanya akan menyiapkan uang tunai sejumlah yang dibutuhkan dalam catatan
pengeluaran.
Lho, memangnya harus tunai ya? Ya tidak juga sih. Tapi buat
saya, uang tunai akan lebih mudah untuk diakses oleh penghuni rumah, mengingat
sehari-hari yang ada di rumah adalah bapak-ibu yang sudah pensiun. Akan
merepotkan kalau harus menunggu kami pulang di sore/malam hari membawa dana tunai
sesuai yang dibutuhkan, padahal butuhnya sudah dari siang. Kalau kata Cinta
sih, “Basi! Madingnya udah siap terbit!”. Lol.
Saya terbiasa menyiapkan amplop untuk masing-masing pos,
supaya tidak bercampur dan lebih praktis saja sih. O iya, untuk pengeluaran
yang sifatnya dibayar / dibeli melalui ATM; seperti rekening lsitrik, internet,
TV, telepon; tidak saya ambil tunai. Biar tetap di rekening bank saja. Stay there, stay safe.
D. Catat
Kemudian yang paling penting adalah : CATAT!
Kenapa? Karena dengan adanya catatan keuangan, kita akan
bisa mengevaluasi; apakah anggaran kita sudah realistis? Apakah ternyata bisa
dikurangi, atau malah harus ditambah? Atau mungkin bisa ada subsidi silang
antar pos pengeluaran?
Apabila langkah-langkah tersebut konsisten dilakukan setiap
bulannya, seharusnya sih bisa lebih efisien dan lebih tenang. Tidak ketar-ketir
menjelang tengah atau akhir bulan memikirkan dana yang ada, cukup atau tidak
ya?
Yah, walaupun topik post ini rasanya kok 'ibu-ibu' banget, tapi penting lho! *iya-in aja lah*
Semoga saat sudah menikah (aamiin!) dan menjadi istri dan
ibu nanti, saya tetap bisa konsisten menjalankannya. Asal….tidak impulsif saat
melihat barang yang disuka :))