Sunday, August 20, 2017

Penentuan Tanggal dan venue Pernikahan

Setelah persiapan sebelum persiapan pernikahan, waktunya memulai persiapan yang sesungguhnya.
Jeng jengggg!
Tentu sebelum memulai hunting vendor, kita harus sudah punya bayangan mengenai waktu acara dong. Yakalik datang ke vendor kemudian ditanya 'buat kapan?', cuma bisa jawab 'eh anu nggg...'
Maka...tentukan waktunya dulu, baik untuk akad/pemberkatan maupun resepsi.

Tidak harus sudah spesifik tanggal kok. Tapi coba tentukan kisaran bulan dan hari yang diinginkan, dengan pertimbangan sebagai berikut :
- apakah harus di 'bulan besar'?
- kira-kira perlu persiapan berapa bulan sebelum hari H?
- apakah harus di tanggal-tanggal tertentu sesuai perhitungan adat?
- lebih baik di hari apa? mungkin jumat/sabtu.minggu?
Jangan lupa dibicarakan dengan keluarga kedua pihak yah.

Pengalaman saya dan pasangan, awalnya kami memutuskan untuk menikah sebelum bulan ulang tahun kami. Simpel sekali kan?😝
Setelah dibicarakan dengan keluarga kedua pihak, akhirnya disepakati bahwa :
- menghindari bulan Suro (yes, we both are javanese )
- Baik akad maupun resepsi di hari Sabtu/Minggu, supaya keluarga jauh bisa hadir
- Akad dan resepsi pisah hari, supaya tidak terlalu capek
- hari yang terpilih adalah hari baik menurut penanggalan Jawa, namun tidak menggunakan perhitungan weton dll
- akad nikah di rumah saya (supaya lebih sakral), sedangkan resepsi di lokasi lain
- persiapan adalah sekitar 6 bulan setelah penentuan tanggal

Setelah itu, kita bisa mulai mencari venue sesuai dengan keputusan yang diambil. Sebaiknya siapkan waktu maksimal 2 minggu mulai hunting sampai dengan booking. Dan, siapkan beberapa opsi hari/tanggal untuk menyesuaikan dengan jadwal di venue.

Untuk venue sendiri, sebelum hunting secara langsung, ada baiknya mulai mencari informasi, antara lain tentang :
- lokasi. Apakah mudah dijangkau tamu dan keluarga?
- fasilitas. Kondisi parkir bagaimana? Apakah venue menyediakan katering sendiri?
- kapasitas. Berkaitan dengan jumlah undangan
- interior & eksterior  venue.

Dengan demikian, lokasi-lokasi yang tidak memenuhi kebutuhan di atas tidak perlu disurvei secara langsung. Efektif, bo. Cukup datangi venue yang potensial untuk mendapat informasi yang detail.
Sebaiknya, saat survei jangan langsung main booking yah. Soalnya bisa jadi pilihan hanya karena terbawa emosi/suasana. Bukan melalui pertimbangan matang.

Di sela-sela hunting venue, disarankan mulai hunting vendor yang ingin digunakan. Berhubung sekarang era internet dan social media, maka sangat mudah mencari informasi tanpa harus mendatangi lokasi vendor yang bersangkutan (cek IG kami kakaaaaak...). Jika masih ingin tahu kualitas vendor incaran, bisa googling testimoni pengguna jasa tersebut. Kemudian, bisa menghubungi vendor yang bersangkutan via telepon / Line / WA untuk meminta price list.

Sehingga ketika venue sudah booked, bisa langsung lanjut dengan menentukan vendor.
Oya, sebelum menentukan vendor, pastikan dulu kedua belah pihak telah sepakat mengenai vendor yang ingin digunakan yah. Untuk acara saya dan pasangan, di mana biaya terpisah (seperti tertulis di sini ), kami sepakat bahwa pemilihan vendor terpisah untuk masing-masing acara, dan percaya dengan pilihan masing-masing 😊

Persiapan sebelum persiapan pernikahan...

Hampir 1 tahun berlalu sejak post terakhir. Lama juga yah :p

Sebenarnya banyak hal-hal yang ingin saya tulis dan bagi, baik tentang cerita diri sendiri maupun sekitar. Tapiii....mumpung momennya masih berlangsung, bisa dibilang masih anget lah (hehe), saya ingin berbagi tulisan dengan topik yang sebenarnya sudah cukup mainstream.
Topik yang sebenarnya banyak yang sudah ditulis orang lain, namun ijinkan saya menulisnya dari sudut pandang saya, siapa tahu bermanfaat buat yang membaca, yaitu....

Persiapan pernikahan! Cicitcuit!

Mungkin topik di atas akan terbagi dalam beberapa tulisan, karena sejak saya dilamar (bisa lihat di cerita lamarannya si mas ) sampai sekarang, persiapan pernikahan juga masih berlangsung. Dan untuk tulisan ini, saya akan berbagi tentang persiapan sebelum persiapan pernikahan. eh, gimana gimana? 😕

Jadi begini....IMHO, seperti yang kita semua tahu, pernikahan bukan sekedar tentang dua orang yang saling mencintai, yang memutuskan untuk hidup dalam sebuah ikatan sah, baik secara agama maupun negara. Lebih dari itu, pernikahan adalah sebuah sikap untuk siap dan ikhlas untuk menerima keluarga baru bagi masing-masing pihak, dan menyatukannya. Iya, keluarga besar. Tipically Asians, right? 😝

Jadi, persiapan pertama adalah...pendekatan keluarga.
Siap dan ikhlas menerima keluarga baru artinya mau belajar memahami karakter dan kebiasaan keluarga pasangan, menerima latar belakang keluarga pasangan, dan tentu saja...menyayangi keluarga pasangan. Ini berlaku baik untuk pihak cewek maupun cowok, yah. Yakinlah bahwa dalam pernikahan yang akan terjadi, tentu semua pihak ingin semuanya berjalan dengan baik, dan semua orang happy. Jadi, jangan pernah berpikiran bahwa pihak keluarga pasangan ingin menguasai jalannya acara, berat sebelah, dan lain-lain. Caranya? Baca kembali awal paragraf, hehe.

Jika persiapan pertama sudah dilakukan, yang kedua adalah...menyadari kemampuan dan keinginan diri dan pasangan.
Yakin deh, semua orang pasti pernah memimpikan jadi raja dan ratu sehari saat hari pernikahannya, dengan segala tetek bengek yang istimewa luar biasa membahana! 😄
Tapi....kembali lagi. Sebelum rempong mencari vendor sesuai impian, sadari dulu....
Bagaimana kemampuan finansial kita dan keluarga?
Apa hal-hal vital yang harus ada di acara pernikahan? Apa yang sifatnya optional saja?
Bagaimana rencana dengan pasangan untuk memasuki kehidupan pernikahan yang sesungguhnya?

Kenapa harus begitu? Karena (bagi saya), jangan sampai kita terlena dengan keinginan atau obsesi pribadi, untuk acara yang sebenarnya tidak menentukan kualitas kehidupan pernikahan kita ke depannya.
Jangan sampai memaksakan kemampuan sampai berhutang kanan-kiri untuk menutupi kebutuhan pernikahan yang sebenarnya bisa dihindari. Saya bukan orang yang anti berhutang jika terpaksa, tapi cenderung menghindari hutang apabila masih bisa dicari jalan lain.
Dari pemikiran di atas, kita bisa mulai berpikir hal-hal yang vital/harus ada dalam acara, misal :
- apakah akad/pemberkatan sebaiknya dilaksanakan 1 hari dengan resepsi atau tidak?
- apakah perlu ada upacara adat? Harus komplit atau cukup beberapa saja?
- apakah perlu mengundang seluruh keluarga besar atau tidak?
- dll

Jangan lupa, hal-hal tersebut sebaiknya didiskusikan dulu dengan pasangan, baru dengan keluarga. Kenapa?
Supaya ada kesamaan pendapat dengan pasangan, yang tentu bisa meminimalisir konflik antar keluarga. Sebagai contoh, pernah seorang teman curhat bahwa dia dan pasangan mengalami konflik karena dia dan pasangan membela pendapat keluarga masing-masing, tanpa mau kompromi. Seharusnya, kita dan pasangan yang berperan sebagai katalisator (halah) antar dua keluarga, bukan malah memperuncing konflik.

Kemudian yang ketiga, sepakati dengan pasangan apa yang akan dilakukan setelah sah menjadi suami istri. Tidak salah kok kalau mengimpikan honeymoon ke tempat yang superdupermevvahbinromantisabis. Tapiiii.....sesuaikan dengan budget kita. Kalau memaksakan diri, buat apa? Lebih baik pergi ke atau melakukan hal-hal yang nyaman buat berdua. Tanpa kepikiran tagihan membengkak setelahnya.
Boleh saling berjanji dan mengingatkan dulu, kalau memang sudah punya budget yang memadai (tanpa memaksakan diri), bolehlah memanjakan diri ke tempat-tempat yang zuperrr.

Persiapan keempat dan juga cukup penting dan sensitif, yaitu kesepakatan mengenai biaya.
Setelah kita sudah memahami kemampuan finansial kita dan pasangan, sebaiknya bisa dibicarakan dengan jujur sejujur-jujurnya antar kedua belah pihak. Pembagian biaya pun bisa banyak skemanya. Biasanya untuk yang kota asalnya berbeda, masing-masing mengadakan resepsi di kota asalnya, sehingga biaya mayoritas ditanggung masing-masing.
Namun untuk yang satu kota, akan lebih efektif jika menjadi 1 acara saja. Terkadang ada skema 50:50, atau sesuai tradisi Jawa, pihak perempuan mengeluarkan mayoritas biaya. Tapi kembali lagi, semua kembali kesepakatan.
Sebagai contoh, saya dan pasangan beserta keluarga menyepakati bahwa acara akad dan adat akan menjadi beban keluarga saya. Sedangkan resepsi menjadi beban keluarga pasangan. Dan kami semua happy dengan kesepakatan itu, karena apa? Karena kami semua JUJUR DI AWAL. ITU. PENTING. BANGET.

Begitulah persiapan sebelum persiapan pernikahan versi saya. Sebenarnya tentu akan ada banyak hal yang mengikuti hal-hal di atas, tapi kembali lagi ke pengalaman masing-masing. Paling tidak, 4 hal di atas adalah hal yang cukup krusial untuk dilakukan. Dan....apapun yang diceritakan orang di sekitar (terutama tentang mitos 'ujian sebelum menikah'), yakinlah bahwa segala persiapan pernikahan kita dan pasangan insyaAllah akan diberkahi kemudahan dan kelancaran, dijauhkan dari segala konflik. Aamiin!